Enam bulan terakhir, ritme hidup kami sedikit berubah. Suami yang tadinya mengisi waktu dengan melukis, menulis lagu dan pergi keluar rumah untuk meeting dan sebagainya, lebih banyak di rumah karena ia fokus mengerjakan thesis. Saya jarang banget bisa minta ditemani pergi seharian dan saya memaklumi – kalau minta ditemenin terus mah bisa nggak kelar-kelar thesisnya.
Untungnya suami masih beraktivitas di rumah. Masih bisa bergantian menjaga dan mengurus Aura Suri.
Saya cukup lega karena Abenk sebentar lagi akan menyelesaikan thesisnya, kami bisa pergi liburan dan mengerjakan hal yang kami suka bersama-sama.
Saya kangen dengan karya-karyanya yang berupa doodles dan painting – apalagi kami sedang mengisi rumah. Saya nggak sabar untuk mempigurakan karya-karyanya di rumah kami.
Sejak kami pindah ke Casa Maitreya, saya dan Abenk sama-sama menyadari satu hal. Pertama, rejeki itu bukan melulu soal materi. Kedua, kami adalah sangat menghargai proses, bukan hasil. Kami sudah menyadari hal ini sejak lama, tapi kami baru membahas hal ini lagi semalam.
Ntah kenapa, hal-hal yang membuat saya bahagia bukan lagi membeli atau memiliki sesuatu. Bukan lagi menghambur-hamburkan uang. Bukan lagi karena ingin dipandang orang. Bukan lagi soal status atau jabatan.
Saya bersyukur selalu dicukupi, selalu dikeliling orang-orang yang baik dan menyanyangi saya apa adanya. Saya bersyukur jika diberi rintangan dan cobaan, karena hal tersebut membuat saya menjadi manusia yang lebih kuat.
Rasanya indah dan lega sekali jika bisa menjalani hari-hari dengan penuh rasa damai dan bahagia. Tidak selalu memikirkan hal-hal yang materialis, tidak selalu memusingkan hal-hal yang terkadang tidak terlalu penting. Terima kasih, Allah.


No comments:
Post a Comment